“Hal seperti itu tak usah dipikirkan. Kalau kita terus memikirkan yang sepele, malah akan kehabisan waktu melakukan tugas yang seharusnya kita kerjakan.”
Tanggapan yang (seakan) bijaksana telah keluar dari mulut saya saat seorang teman mengeluhkan kelakuan salah seorang petugas. Biasa, sikap judes, suka omong belakang dan senang membesar-besarkan masalah akan selalu ada di bagian mana pun. Apesnya kami, begitu memasuki bagian P, kombinasi maut itulah yang harus kami hadapi. Teman-teman sebelumnya mampu. Kenapa kami tidak?
Halangan lebih besar justru ada pada para rekan. Bahkan setelah dua bulan, saya masih belum mampu menyamakan gelombang pemikiran. Mungkin memang itu seninya berkelompok; mengharmonisasikan masing-masing pola pikir dan tingkah laku. Akan ada saja benturan dan redaman emosi. Sumbang atau merdukah hasilnya, harus diterima sebagai pembelajaran.
Menyendiri tidak selalu melegakan apalagi ketika tugas utama kita ada pada hubungan antarmanusia. Lagi-lagi soal kompromi dan menggeser persepsi. Ah, saya merasa makin tua…
kok kakak malah pengen cepat tua?
ahaha.. 🙂
emang udah tua sih Des.. 😛
@ Fadly Sansan
hahaha, ga ada hubungan dengan ingin atau tidak sih 😀
@ Chic
tidak, Maria, tidaaaakkkk!
😆
ehehe.. kalau kakak cepet tua gak sempat nikah dong. 🙂
ga sopan, Fadly.
Tertohok! Kayaknya tugas ini yang paling susah untuk orang-yang-agak-soliter macam kita (kita??), rasanya mendingan disuruh baca setumpukan jurnal akademis ketimbang ngurusin orang T___T
santai aja, kalo kebanyakan pikiran ntar malah jadi makin cepet tua lho 😀
bijak, berbobot,,!!
nyadar diri si agan, klo udah makin tua,,,, hehehe,,,
“Menyendiri tidak selalu melegakan apalagi ketika tugas utama kita ada pada hubungan antarmanusia. Lagi-lagi soal kompromi dan menggeser persepsi. Ah, saya merasa makin tua” wah fiq suka paragraf yang ini kak, ijin share ya kak tapi untuk tuanya buat kak desti aja y #eh :p
oiya,.,ada oleh oleh buat kas desti dari rangpisang hehehe http://rangpisang.wordpress.com/2012/11/02/award/