Saya selalu berpikir bahwa saya ini introvert. Tapi saya tak punya masalah bergaul dengan rekan kerja. Sangat bawel malah. Tapi introvert pun bisa berlaku demikian. Lalu saya malas menggali lebih jauh definisi introvert-ekstrovert. Yang jelas saya masih suka melakukan apa-apa sendiri.
Nonton ke bioskop sendiri. Jalan pagi sendiri. Makan sendiri, sambil baca komik/buku atau sekedar main hp.
Lalu saya lihat deretan kursi di ruangan tempat saya duduk. Kosong. Hanya ada mbak dan mas kasir. Pikiran saya hinggap ke berbagai topik.
.
“Mereka kerjanya capek ya pasti. Namanya kerja ya capek. Apalagi pelanggan sepi malah terasa lebih capek karena ada rasa waswas tentang kepastian kontrak kerja mereka.”
“Resertifikasi saya untuk tahun ini lolos. Berarti tinggal mengejar poin yang masih ketinggalan di satu bidang.”
“Harus nonton film yang sudah didonlot nanti malam. Mumpung besok libur.”
“Rekap laporan keuangan.”
“Kirim paket yang terus tertunda.”
“Kapan mau belajar (berani) nyetir lagi.”
.
Kalau diteruskan makin panjang. Belum apa-apa di luar sudah menggelap. Yang awalnya hanya sekedar mampir untuk makan sambil berteduh malah menghabiskan waktu hampir dua jam.
Itulah kenapa saya suka makan sendiri. Saya bisa saja meminta adik untuk menemani, tapi jadinya makan untuk menghilangkan lapar. Kalau sendiri, saya bisa makan sembari memupuk keputusan.
Karena untuk sampai pada tindakan, saya perlu menanamkan ide kepada otak (dan hati terkadang) berkali-kali. Maju mundur berulangkali. Selalu terselip rentetan rencana di saat saya berjarak dari kehidupan sehari-hari. Dan rencana itulah yang perlu segera saya pilah dan urutkan.
Eh, ujungnya malah nge-blog.
Iya, karena menulis di blog membantu saya menata pikiran.
Keren ya keren dong! Hehe.
Sama, Des. Aku juga lebih senang sendiri. Kayak ke kantin di kantor aku pasti sendirian. Dan ditanya sama mbak-mbak kantinnya kenapa kok aku selalu jalan sendiri. Ish. Kepo. π
Kalo ditanya kenapa sellau jalan sendiri jawab aja, “Allah selalu bersamaku, jauh di lubuk hati terdalam.”
Niscaya mereka ga nanya lebih lanjut. Biasanya sih begitu
“makan sembari memupuk keputusan”
Hmmm epic sekali ini
sok nggaya ya om? Hehehe
saya jg nggak masalah sih bergaul sama org lain benernya, dulu abis sesi gaming di kantor biasanya makan bareng. ada geng jalan2 juga yg tiap minggu beraktivitas (sewa mobil trus jalan2 jauh pas abis gajian, atau sekedar jalan kaki ke pantai terdekat klo lagi bokek)
di kantor baru nggak terlalu akrab krn nggak connect aja, anehnya malah lebih deket sama driver, satpam, dan cleaning service disini. mungkin karena lbh sering sama mereka di jam santai
Saya satu tempat kerja cuma 20-an orang tam. Cowoknya cuma 3. Belum lagi pelanggan silih berganti yang ajaibnya masih serieng bikin takjub. Gimana ga makin bawel coba? π
gara-gara kompor? Hahaha
di kantor isinya bapak2 semua dan beda interest jadi susah cari topik obrolan (nggak tertarik sama bola, gosip artis, atau politik)
sering keluyuran dan lapar mata kalo jajan, jadi bagi2 sepanjang perjalanan ama driver daripada ga abis trus kebuang. sering begadang sampe pagi jadi sering berinteraksi sama satpam ronda
baca postingan ini, berasa seperti ngaca.
saya aslinya introvert pake banget. tapi saya berhasil mengembangkan teknik ninja berpura-pura sociable. tapi kadang sifat introvert saya mendominasi dan menggiring saya untuk mikirin ini itu yang aslinya nggak berfaedah
ternyata memang begini adanya..
*lanjut makan sendirian*
makan sambil kontemplasi rasanya juga asik ya. mungkin.
Aku belum kesampean makan di resto mahal nan fancy sendirian.
Kantorku sekarang di mol gitu, dateng mbak masnya masih pada siap2. Jadi terharu, duh.
ak malah pernah masuk mall sblm jam buka lewat beach entrance (karena main entrance masih tutup) dan mbak masnya senam bersama (ada lagu khususnya segala, kayanya acara wajib tiap pagi gitu). terpana ak ngeliatnya, mau ketawa tapi nggak tega XD
enaknya emang kalau satu interest ,,
mungkin mbaknya ambivert π
Pingback: [Film] It | Di Catatan Takodok