Seakan belum kapok sok berani nonton film horror, beberapa hari lalu saya kembali terjerumus pada genre ini. Yah.. dijerumuskan tepatnya. Adalah Opat yang bertanggungjawab. Awalnya sederhana, Opat bilang tanya, “Mbak nonton Pengabdi Setan yuk! ngabdi setan mau ga?”
Setengah terkejut atas ajakan ga sopan pertanyaan ini saya pun menjawab, “Astaghfirullah ukhti.. musyrik kamu!”
Ya tapi akhirnya luluh juga saya. Sudah jauh-jauh disamperin ke sini kok ga ditemenin kan ya. Ga memuliakan tamu, ga diakui cucu oleh almarhum kakek saya nanti. Hehe.
Kami pun akhirnya kopdar lagi setelah sekian lama. Asik nih, dalam jangka waktu sebulan saya sudah dikopdarkan tiga orang (halo Kitin, Om Anget dan Opat!). Tapi no pic semua ya jadi hoax juga sih 😆
.
Mengenai filmnya.. ya serem. Saya bukan tipe yang senang nonton film horror Indonesia karena hantunya terasa nyata. Plotnya standar lah. Satu keluarga tinggal di rumah terpencil, dekat areal perkuburan, salah seorang anggota keluarga berhubungan dengan hal mistik lalu menjalar ke seluruh angggota keluarga.

Sebenarnya mereka keluarga bahagia. Lihat saja senyumnya. Sorry dory mayori eike ogah pajang gambar menjurus– apalagi seram betulan di blog ini.
Setting tahun 1980-an membuat premis tinggal di rumah bertampilan angker lebih mudah dipercaya. Tapi saya tetap kesel pada adegan-adegan bocah-bocah piyik pipis sendirian ke kamar mandi yang ada sumurnya. Mana malam melulu pula. Hhhh.. jadilah saya menutup muka hampir selama 3/4 durasi film. Daripada tampilan horrornya melekat di kepala. Eeehh.. si Opat dengan hebohnya beberapa kali nyenggol saya sambil bilang, “Tuh liat mbak! Muncul lho muncul!” Makasih lho.. Saya males liat ah. Kalo kebayang IBU MUNCUL DI LUAR JENDELA KAN SEREMM WOYYY!!!
Walau demikian, saya tetap mengerti inti ceritanya kok:
- Jangan mengabdi pada setan.
- Jangan pipis sendirian tengah malem kalo salah satu anggota keluarga ada yang jadi pengabdi setan.
- Kalo naik motor ya pake helm lho guys. Safety riding!
- Kalo mau menolong orang, pastikan kendaraan anda berfungsi prima. Ga ada salahnya di-servis berkala.
Sekian dari saya. Terimakasih lho Opat sudah mengkatalis pengalaman berharga ini 👿
.
Skor filmnya? 4/5 dari saya. Ibarat makan nasi goreng yang sebenarnya begitu-begitu saja tapi tetap gurih dan enak dimakan. Kan kesel ya kalo makan nasi goreng tapi ga enak. Nasi goreng mah mana boleh salah
Kurang tepat sih pengandaiannya. Lebih cocok ke film komedi atau laga yang lebih sering saya tonton. Mohon bantuannya untuk pura-pura paham saja ya?
Filmnya pantas untuk sukses. Ramuannya pas. Aktor-aktrisnya ga ada yang ngeselin (acting-nya lhoo acting-nya!). Terakhir, saya hampir trauma nonton film horror yang ga segan “mengorbankan” anak kecil. Film maker jaman now ga bermain kiasan lagi ya?Phew~ -__-
Setelah It, Mbak Desti nonton PS? Luwar biyasak nyalinya :))
nyari masuk bioskopnya aja el 😆
lhoo ketemu Opat dimana? *lospokus*
di lippo om. Kan anak mall
IT akhirnya nonton juga dan lebih ke “ngagetin” ketimbang serem. Film Indonesia terakhir yang saya tonton di bioskop adalah Rumah Dara (duh taun berapa itu) yang kala itu merupakan angin segar bagi dunia perfilman Indonesia yang didominasi romance dan horror mesum (bikin judulnya aja macam gak niat)
yang bikin males nonton genre misteri di bioskop sih aslinya bukan cuma sekedar pengen sport jantung berlebih, tapi lebih ke menghindari gangguan2 waktu menonton. bayangin aja, momen sudah terbangun, berdebar menanti apa yang terjadi, pas adegan penting tiba2 “misi mas” ada yang lewat mau ke WC, penonton lain teriak dan gw cuma bisa menerka2 kenapa
iye. napa dah kita ga poto bareng hahaha. hoax. napa juga kalian mau amat nonton beginian sih. bayar mahal buat ditakut-takutin. macem di dufan aja.